Sebuah Renungan Ditengah Wabah Pandemi Corona

Sebuah Renungan Ditengah Wabah Pandemi Corona

Manusia adalah mahluk yang paling sempurna karena di anugerahkan akal pikiran. Manusia mempelajari dari kesalahan orang lain dan kesalahan dirinya sendiri. Namun, tidak semua manusia terdorong untuk berubah. Artikel ini akan mengisahkan berbagai kisah singkat mengenai kegagalan manusia dalam mengambil pelajaran. Yang pada akhirnya menghancurkan diri mereka sendiri. Khususnya dalam kondisi Wabah Virus Corona yang menyerang negara-negara di Dunia, termasuk di Indonesia. Kita harus mampu mengambil hikmah dan berubah. Kita juga harus berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

 

Belajar atau Hancur !

Advertisements

sumber : www.pexel.com

Pertama adalah ketika manusia akan di ingatkan lewat kejatuhan orang lain. Kita bisa mendapati seseorang terkena bencana seperti pembegalan di jalan raya pada malam hari. Hal tersebut mengisyaratkan kita bahwa musibah bisa datang di malam hari. Sehingga kita tidak akan berkendara di wilayah merah (sebutan bagi wilayah rawan pembegalan) di waktu-waktu rawan. Jika kita tidak mengindahkan bencana yang di dapatkan orang lain, hal itu bisa terjadi kepada diri kita sendiri.

Tak perlu jauh-jauh untuk membaca buku sejarah yang cukup tebal. Saat ini kita bisa temukan dalam kasus Virus Corona. Virus ini sebenarnya sudah merebak di China semenjak November 2019, walau secara terbuka di komunikasikan di tanggal 31 Desember 2019. Namun, saat ini banyak negara yang kewalahan dalam penanganan Virus Corona, salah satunya Italia. Di Italia, ketika wabah virus ini merebak di China, warga dan pemerintah tidak banyak bereaksi karena beranggapan perbedaan benua akan memisahkan mereka dengan malapetaka itu. Di Italia, aksi berpelukan, solidaritas dan dukungan terhadap etnis China di Italia terus galakan di jalan-jalan. Seakan menafikan adanya badai yang sedang bergerak kearah Eropa. Italia sendiri melakukan hal tersebut bukan tanpa alasan, mereka adalah negara pariwisata, menciptakan ketakutan akan pandemic Virus Corona akan merugikan negara mereka. Pada akhirnya, Italia menjadi negara yang paing merasakan dampak Virus Corona yang paling mematikan.

Mempelajari dari kesalahan orang lain ini sebenarnya telah di isyaratkan dalam ajaran agama. Saya ambil contoh dalam ajaran islam terdapat banyak kisah-kisah sejarah di ceritakan didalam al-Qur’an. Hal ini bukan semata-mata hanya dongeng belaka, tujuannya adalah untuk menuntut setiap orang berubah sebelum kondisi fatal terjadi seperti didalam sejarah. Hal tersebut kami gambarkan sebagai berikut ;

Kita dapati dimana kisah Nabi Luth AS yang menceritakan kaum yang melakukan penyimpangan seksual yang digambarkan masyarakatnya menjadi bengis. Dimana mereka menjadi predator seksual kepada setiap orang yang melewati wilayahnya. Mereka yang tidak tahu apa-apa akan ditangkap, dijadikan budak dan diperkosa baik lelaki maupun perempuan. Maka kita bisa katakan bahwa bangsa-bangsa yang melegalkan LGBT akan bernasib sama dimana bangsa tersebut akan membentuk karakter “predator seksual” di dalam masyarakatnya. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian ilmiah dimana otak bagian depan manusia akan menyusut seiring dengan kebiasaan buruk mereka dalam melakukan penyimpangan seksual. Mereka pada akhirnya akan kehilangan cara berfikir etis karena dibagian otak tersebutlah keputusan yang berdasarkan nilai-nilai dibuat.

BACA JUGA  Kepekaan Spiritual Sebagai Syarat Kesuksesan

Ada juga kisah Nabi Ibrahim AS juga tak kalah menarik dimana bangsa Babylonia menuhankan raja mereka. Maka mereka membangun berbagai macam berhala dan mereka pun membangun sebuah Menara yang tingginya melebihi Menara Pisa. Untuk menaiki menara tersebut, raja menggunakan kereta kuda melewati jalan setapak disepanjang menara tersebut. Betapa menakjubkan arsitektur masa lampau. Menara tersebut juga membuat Alexander Agung, seorang penakluk Macedonia, merasa takjub ketika memasuki Babylonia. Namun, menara tersebut di runtuhkan oleh Alexander Agung karena khawatir ambruk akibat sudah terlalu tua. Masyarakat Babylonia tidak mampu merawat keagungan arsitektur mereka, karena pemerintahan yang korup. Bisa kita dapati di era modern ini dimana setiap pemerintahan yang otokrasi, dimana pemimpinnya di “dewa-dewakan” seperti Korea Utara dls akan menghadapi kehancuran sosial, kemiskinan dls. Indonesia juga mengalami hal yang sama di Era Soeharto.

Kisah yang sama juga terjadi di kisah Nabi Musa AS mengenai nasib bangsa Mesir. Firaun menuhankan dirinya, tak kalah ditaktoral disbanding Babylonia. Sampai saat ini, para arkeolog masih terkesima dengan kerumitan piramida. Namun, bangsa yang mampu membangun Piramida telah lama punah. Mereka masih hidup tetapi pengetahuan mereka sirna dikarenakan kemunduran masyarakatnya. Hal tersebut terjadi acapkali akibat kesombongan dan keditaktoran pemerintahnya.

 

Berubah atau Mati !

Sumber : www.pexel.com

Alkisah ada seorang pekerja bangunan sedang duduk bersantai di tengah jam istirahat selepas bekerja penuh setengah hari di pembangunan gedung. Ketika ia sedang menyeruput kopi hitam, ia menemukan uang seribu rupiah logam didekatnya. Merasa beruntung ia masukan uang itu ke ke sakunya. Entah beberapa lama, ia menemukan uang lima ribu rupah di samping dirinya. Kembali ia masukan ke dalam kantongnya. Lalu beberapa lama, ia dapati ada sebuah benda jatuh diatas kepalanya. Yaitu sebuah perkakas yang “beruntungnya” tidak terlalu berat sehingga menembus helmnya. Ia baru sadar dan melongok keatas, ternyata kawan nya berteriak dan mengisyaratkan dari tadi bahwa ada sebuah barang yang mau diturunkan tepat diatas dirinya. Karena suara kawannya tidaklah sampai, kawannya berinisiatif melemparkan uang. Maka pada akhirnya ia melemparkan perkakas. Kisah ini menjelaskan sifat alami manusia. Ketika mendapatkan teguran yang halus lewat kehancuran orang lain atau bangsa lain, manusia cenderung meremehkan. Namun, ia akan baru berubah ketika sebuah batu sandungan menjatuhkan dirinya hingga tersungkur begitu kerasnya.

Sumber : www.pexels.com

Sebenarnya Virus Corona telah merebak di China cukup lama. Virus ini mengisyaratkan sesuatu yang cukup menyeramkan seraya berkata, “kami datang, kami merebak, kalian merugi sehingga janganlah remehkan kami!” Namun, banyak otoritas di berbagai negara meremehkan dengan mengatakan bahwa tingkat kematian hanyalah 2% sampai dengan 3%. Virus Corona dianggap sebagai lelucon belaka, padahal di China sendiri telah menelan banyak nyawa. Bahkan, telah di isyaratkan bahwa pemerintah China menutupi angka aslinya. Artinya, jumlah korban lebih dari yang di beritakan selama ini (2% s.d 3%). Hal ini barulah menciptakan kepanikan sosial setelah merebaknya wabah ini terjadi di berbagai belahan dunia. Di Amerika terjadi kericuhan akhibat kepanikan sosial. Di Italia, tenaga medis dan alat kesehatan tidak mencukupi hingga akhirnya hanya orang yang memiliki potensi “bertahan hidup” yang mendapatkan perawatan. Di Indonesia sendiri, angka kematian melonjak hingga mendekati 10% yang awalnya hanya dikatakan 2% s.d 3% saja.

BACA JUGA  Cita-cita Indonesia Merdeka Dengan Kedewasaan Rakyat Semesta

Indonesia sendiri bisa dinilai sebagai negara yang cukup terlambat melakukan tindakan pencegahan. Padahal angka kematian 2% s.d 3% ini bisa melonjak apabila para pasien tidak tertangani dengan baik. Angka tersebut juga semu akibat pemerintah China yang berusaha menutupi data kematian riel. Sangat disayangkan sekali apabila kita baru bertindak setelah kejadian buruk menimpa bangsa kita.

Jika kita melihat USSR atau Soviet (Russia dan berbagai negara pecahannya) juga sudah merasakan masalah sosial sebelum mereka hancur dan terpecah menjadi berbagai negara. Namun, tidakan mereka terlambat sehingga akhirnya terjadi sebuah perpecahan. Bangsa Soviet yang pada tahun 40-an  s.d 50-an di gadang-gadang mampu mengalahkan bangsa Amerika dan Eropa Barat hancur begitu saja dan terpecah. Namun, hal ini tidaklah terlalu parah karena Soviet masih menyisakan Russia sebagai bentuk terakhir mereka. Jikalau mereka tidak mau bertindak, Russia bisa terhapus dan menghilangkan semua jejak kejayaan Soviet sepenuhnya.

Di Indonesia sendiri, banyak kerajaan-kerajaan yang sirna tanpa bekas dimasa lalu. Hanya beberapa kerajaan yang membekas dan menjadi sebuah tonggak perubahan di tahun kemerdekaan. Kita bisa sebut saja Aceh dan Jogjakarta yang memberi andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan. Walau Aceh sudah tidak berbentuk kerajaan lagi akibat hancur lebur di awal tahun 40-an. Militansi dan obsesi akan kemerdekaan yang terbentuk masihlah kuat. Hal tersebut terlihat dari sekelompok pengusaha Aceh yang menyumbangkan dananya bagi NKRI. Dengan kata lain, Majapahit dan Sriwijaya yang sebegitu megahnya telah dihapus sejarah. Inilah yang terjadi jika sebuah bangsa tidak mau berubah, ia hanya menunggu untuk di hapuskan dari peta dunia.

BACA JUGA  Ada Apa Sesudah Corona ?

 

Sebuah Pedang Damokles

sumber : pexels.com

Alkisah terdapat seorang cendikiawan dimasa Yunani Kuno bernama Damokles. Damokles memuji-muji tuan nya karena segala keuntungan yang diperolehnya. Maka tuannya, Dionysius, menawarkannya berganti posisi sebagai seorang raja. Maka Damokles pun menjadi raja dalam sehari. Setelah menjadi raja dalam sehari, ia ditanya oleh tuannya mengenai pengalamannya. Damokles menjawab bahwa hal tersebut adalah sebuah pengalaman yang membahagiakan. Namun, ia tidak merasa nyaman karena ada sebuah pedang yang tergantung dan terhunus kekepalanya diatas singgasana. Sementara pedang tersebut hanya diikat dengan sehelai bulu kuda. Dionysius menjelaskan bahwa kenyamanan yang ia miliki adalah mengandung bahaya setiap saat dan dapat pula berubah. Sehingga ia harus senang tiasa mengingat akan potensi bahaya yang ada di sekitarnya. Pedang yang tergantung diatas singgasananyalah menjadi sebuah pengingat tersebut.

Kondisi tersebut tak ubahnya seperti kita saat ini. Terkadang kita tidak mau berubah jika kita tidak terdorong atau dipaksa akan suatu hal. Hal inilah yang sering kali menyebabkan masalah di Indonesia, dimana semua orang dan termasuk pemerintahannya hanya bertindak ketika terjadi suatu kasus yang merugikan. Setiap orang sebenarnya harus menyadari bahwa diatas kepala mereka masing-masing terdapat sebuah Pedang Damokles yang menunggu mereka. Pedang itu hanya di ikat oleh sebuah tali tipis yang siap putus apabila mereka tidak bergerak atau tidak tergerak untuk berubah.

Ali bi Abi Thalib RA pernah berkata bahwa waktu layaknya pedang bermata dua yang terhunus. Apakah mata bagian depannya dipakai untuk melukai musuh ataukah mata belakangnya mundur mengenai tubuh kita? Maka kita haruslah terus bergerak, berubah baik karena melihat kegagalan orang lain atau diakibatkan oleh kegagalan diri kita yang pada akhirnya menuntut diri kita untuk berubah.

KATEGORI
TAGS
Share This

KOMENTAR

Wordpress (0)