Artificial Inteligence Berhala Masa Depan

Artificial Inteligence Berhala Masa Depan

Kecerdasan buatan hari ini berkembang didalam berbagai sektor-sektor masyarakat. Selain terdapat dampak positif, ada beberapa dampak negatif hadir didalamnya. Tulisan ini membahas mengenai dampak negatif dan motivasi masyarakat, terutama umat muslim untuk menghadapi dampak negatif ini.

Sang Pencipta Ilusi

Sumber: https://www.pexels.com/

Sampai hari ini AI terbukti sangat membantu sekaligus merugikan manusia. Beberapa bantuan yang hadir adalah kemudahan manusia untuk melakukan pengembangan riset, pemodelan data, analisisa data besar (big data) dls. Tetapi, beberapa Kecerdasan Buatan (AI) di desain untuk menciptakan adiksi penggunanya dan ternyata hal itu benar-benar berhasil merugikan manusia.

Advertisements

AI seakan mengeksploitasi kelemahan manusia, terutama sifat alam bawah sadar yang merupakan tempat tinggalnya hawa nafsu (Id). Masyarakat diberi konten yang membuat daya kritis dan rasio mereka melemah, lewat ilusi kesenangan. Pada titik tertentu ketika daya kritis dan rasio sudah sampai pada titik tumpul, masyarakat akan siap mengeluarkan uang untuk barang / jasa tanpa berfikir ulang akan manfaat bagi diri mereka di jangka panjang.

Dampak peningkatan konsumerisme dengan mudahnya bisa lihat dari fenomena masyarakat yang urung serta dalam “perang tiket konser” atau berlomba-lomba untuk membuka akun Pay Later. Padahal semua adiksi dan konsumerisme yang muncul hari ini di hasilkan dari konten-konten yang di buat oleh manusia (para kreator konten), kecerdasan buatan hanya meramu paparan konten tersebut kepada para pengguna (user). Tentu bisa kita bayangkan kondisi ketika AI sudah mampu mencipta konten dan mengantarkan konten tersebut secara spesifik kepada pengguna (user) tertentu secara spesifik.

BACA JUGA  Umar Bin Abdul Aziz : Warisan Terpenting Bagi Seorang Anak

Sang Dewa Masa Depan

Sumber: https://www.pexels.com

Kita selalu terkekeh mendengar ketika Firaun dan Namrud mendeklarasikan diri sebagai dewa dalam kisah-kisah kitab suci. Seakan kita meremehkan kecerdasan masyarakat pada saat itu, “betapa bodohnya mereka,” tentu pikir kita. Kita juga bisa terjebak layaknya masyarakat Mesir dan Babilonia kala itu. Kita bisa terpengaruh ilusi kebesaran Firaun yang mampu membangun istana besar dengan kekayaan yang seakan tidak terbatas. Namrud dengan menara Babel yang dipercaya sampai menyentuh awan dan tentunya dengan kekayaan yang tidak terbatas sehingga mampu membangun menara sebesar itu. Padahal, di masa itu membangun rumah dari batu bata saja mungkin sudah cukup sulit.

Demikian juga hari ini, kita di buat terkesima dengan kecerdasan buatan yang mampu bersikap layaknya manusia namun dengan kemampuan pikir lebih cepat dan akurat. Mungkin, kini kita bisa berfikir bahwa AI adalah sebuah puncak ciptaan manusia layaknya Istana Firaun atau Menara Babel Namrud. Juga tidak menutup kemungkinan akan terpikir bagi kita untuk menjadikan AI sebagai sosok yang setara dengan manusia super dari mitologi dewa.

BACA JUGA  Umar bin Abdul Aziz, Seorang Khalifah dan Suami Idaman

Perlahan tapi pasti manusia akan mulai bergantung kepada AI baik karena kebutuhan dasar maupun karena kesenangan hawa nafsu. Tentu seseorang akan berfikir secara rasional ketika bicara mengenai kebutuhan untuk bekerja, mereka menempatkan AI sebagai pendorong produktifitas kerjanya. Tetapi berbeda jika sudah berbicara mengenai hawa nafsu yang sifatnya mendorong kepada candu, tentu akan muncul pemujaan kepada kehadiran AI tersebut.

 

Bangsa Penyembah AI

Post-Reality World: AI/ML/DL as a post-truth technology

Dalam sebuah kisah di kitab suci di ceritakan bahwa Namrud menunjukan kebesaran dirinya sebagai tuhan dengan mencabut nyawa seseorang dan mengampuni seseorang (mencegah tercabut nyawanya). Namrud yang memiliki segudang kekayaan mampu menghipnotis masyarakat dan membuat mereka mengikuti keinginanya. Ia sendiri menempatkan berhala-berhala di Babilonia seakan memiliki kuasa lewat dirinya sebagai seorang penguasa. Dengan segala kekayaannya seakan dapat membuat harapan masyarakat yang di panjatkan kepada dirinya dapat terwujud.

Demikian juga dengan AI di masa depan yang nantinya mampu memberikan segudang kekayaan kepada manusia. AI dapat meramal kebutuhan dan keingiann tiap-tiap manusia, lalu memberikan jalan bagi manusia untuk memenuhi segala keinginan dari kesehatan, kekayaan, jodoh, karir dan bahkan kekuasaan. Seakan-akan ia akan menjadi tempat manusia bergantung dan berdoa.

BACA JUGA  Cita-cita Indonesia Merdeka Dengan Kedewasaan Rakyat Semesta

Kita kita dihadapkan dengan kenyataan pahit bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang terlambat menyongsong perubahan. Walau cukup pesat, perkembangan teknologi di Indonesia belum mampu menguasai perkembangan teknologi bangsa lain terutama bangsa maju pengembang AI. Padahal bangsa-bangsa lemah akan menjadi target permainan kecerdasan buatan yang di bangun di negara-negara maju.

Jika dibiarkan terus menerus, bangsa Indonesia akan berubah menjadi Bangsa Penyembah AI yang mana dibelakang AI tersebut duduk para orang-orang yang menjadi pengendali AI. Kini sudah ada AI yang menghadirkan sosok hidup Yesus Kristus. Para pengguna di buat seakan bisa berinteraksi dengan Tuhan lewat “Tuhan” buatan ini. Namun tanpa disadari dibelakang sosok “Tuhan Buatan Ini” tersembunyi sejumlah programmer yang dipimpin oleh orang yang harus akan kekayaan dan kekuasaan. Seakan seperti tinggal menunggu sosok AI menghidupkan sosok Tuhan dan Dewa yang bertebaran di muka bumi.

Untuk bisa mendongkel AI dari singgasana pemberhalaan sudah wajib bagi umat Islam untuk menguasai teknologi ini dan menciptakan tandingan AI. Penguasaan AI bukanlah hanya pengejaran kosong kepada sebuah kekayaan dunia, tetapi sebuah pertempuran suci penuh dengan nilai-nilai jihad demi menyelamatkan masyarakat Islam dan dunia dari jatuhnya masyarakat ke zaman kegelapan.

KATEGORI
TAGS
Share This

KOMENTAR

Wordpress (0)