Pintar Tidak Sama dengan Sukses | Re-Talk

Pintar Tidak Sama dengan Sukses | Re-Talk

Filsuf dan Dua Muridnya

Mungkin kisah ini saya awali dengan kisah legenda yang fiksi terlebih dahulu:

Alkisah ada seorang Filsuf dengan Dua orang Muridnya. Kedua muridnya ingin di Uji oleh Seorang Filsuf ini. Lalu, sang Filsuf mengatakan bahwa ada se-ekor monster di balik semak belukar. Ia meminta kedua muridnya membunuh monster tersebut sebagai ujian, sementara Sang Filsuf pergi meninggalkan mereka berdua untuk menyelesaikan masalah itu.

Maka, kedua murid ini mengambil pedang dan tombak, mereka bersiap untuk menyergap monster tersebut. Mereka kaget ternyata bukan monster, melainkan sebuah kantong yang berisi banyak koin emas menunggu mereka. Mereka berdebat mengenai hal yang perlu di lakukan terhadap koin emas itu. Lalu, mereka sepakat untuk diam dan menunggu hingga pemilik koin emas tersebut datang.

Advertisements

Hari makin malam, mereka merasa kelaparan. Maka berdebatlah mereka berdua untuk menentukan siapa yang mengambil makanan dari kampung untuk mereka berdua. Lalu, menyerahlah sang pemilih pedang, ia ke kampung untuk mengambil makanan bagi mereka berdua. Lalu, sang pemilih tombak menyusun siasat untuk membunuh sang pemilik pedang  ketika ia datang mengantar makanan.

Sang Pemilik pedang datang mendekati semak-semak, meloncatlah sang pemilik tombak dari semak-semak, Sang pemilik pedang tak sanggup bereaksi karena kaget, ia tak sempat menarik pedang karena kedua tangannya masih repot membawa makanan. Sang pemilik tombak berhasil membunuh dengan menusuk sang pemilih pedang. Ia tertawa terbahak-bahak karena kini ia memiliki sekantong emas untuk dirinya.

Lalu, karena sudah lapar, ia ambil makanan yang dibawa oleh sang Pemilik Pedang ia memakannya. Lalu, beberapa saat kemudian dia merasa aneh dan baru menyadari bahwa makanan itu beracun. Sehingga ia mati tanpa sempat mendapat penawarnya dari kampung terdekat.

Penafsiran

Kisah ini bercerita bahwa ada dua orang yang pintar di ajarkan oleh sang Filsuf. Mereka memahami banyak Ilmu dari Ilmu Perang hingga strategi. Namun, mereka tidak cukup mampu menahan hasrat keserakahan mereka. Sehingga mereka menyusun taktik untuk membunuh satu sama lain. Benar sekali perkataan guru mereka, sang Filsuf bahwa dibalik semak itu terdapat monster yang mampu membunuh mereka yaitu keserakahan.

BACA JUGA  Mencari Yang Terbaik atau Menerima Yang Sudah Ada | Bengkel Cinta

Kisah Nyamuk dan Singa

Suatu ketika ada se-ekor nyamuk mengganggu Sang Raja Hutan, Singa. Sang Raja Hutan, marah, “Beraninya kau mengusik orang yang paling berkuasa di hutan ini.” Sang Nyamuk terkekeh-kekeh dan terus mengganggu Sang Raja Hutan. Sang Nyamuk hinggap di wajah sang Raja Hutan, sontak Singa memukul wajahnya dengan cakarnya, dan melukai wajahnya sendiri.

Puas setelah mengganggu Sang Raja Hutan hingga berdarah-darah, Sang Nyamuk pergi dari sarangnya dan bernyanyi-nyanyi sepanjang jalan di hutan. Tiba-tiba ia tersangkut pada sesuatu, ia tersangkut jaring laba-laba. Semakin ia meronta, semakin habis tenaganya. Kini nasibnya sudah tamat, tamat di tangan Laba-laba.

Penafsiran

Kisah ini sama seperti kisah Dua Murid sang Filsuf, jika Dua Murid Sang Filsuf gagal karena keserakahannya, maka Sang Nyamuk gagal karena kesombongannya. Menjadi Pintar membuat kita sombong, kita seakan memahami semua prediksi untuk mencapai kesuksesan. Tetapi, kita tidak menyadari bahwa hal tersebut bisa membuat kita sombong dan membawa kita pada kegagalan.

BACA JUGA  Mahalnya Konsentrasi di Era 4.0 | Generasi Zet

Untuk menjadi seorang Pribadi yang Sukses, kita tidak hanya memerlukan kemampuan pikir, tetapi juga kemampuan Emosional dan Spiritual. Goleman dalam bukunya Emotional Quotient menjelaskan bahwa faktor Emosi sangat menentukan kesuksesan seorang di dunia kerjanya.

Teori Daniel Goleman

Goleman melakukan percobaan untuk mengetes kesabaran anak kecil. Ia menawarkan marshmellow kepada seorang anak kecil jika anak itu mau duduk diam menunggu. Lalu setelah sampai pada waktu yang ditentukan, ia menawarkan anak tersebut marsmellow tambahan jika ia mau menunggu lebih lama. Jika ia mengambil Marsmellow tersebut saat itu saja, ia hanya mendapat satu. Tapi, jika mau bersabar, ia akan mendapat dua.

Hasilnya sangat mengejutkan di beberapa tahun kemudian. Anak kecil yang cederung mengambil satu marsmellow dan enggan menunggu, menjadi pribadi yang emosional dan cenderung gagal dalam berkarir. Sementara Anak kecil yang mau menunggu, menjadi pribadi yang tenang dan cenderung berhasil dalam karirnya.

Paradoks di Dunia Kerja

Banyak survei juga menunjukan bahwa banyak pengusaha dan tokoh-tokoh berpengaruh, datang dari kelompok orang biasa. Logikanya seperti pengusaha yang memulai usahanya selepas SMA/SMK karena tidak punya uang untuk berkuliah. Ketika ia sudah memiliki usaha yang besar, para teman-temannya yang berkuliah malah berbaris meminta lowongan pekerjaan darinya.

BACA JUGA  Membangun Jiwa Kepemimpinan | EnterPreneur

Dari sini terlihat, bahwa kebutuhan Pengendalian Emosional amatlah penting. Selain itu, kemampuan Emosional juga di dukung oleh kemampuan Spiritual. Dimana kita mendapatkan tujuan yang mulia ketika harus bersabar menunggu dan menahan diri. Hal ini bisa dilatih, layaknya pelatihan puasa yang diberikan oleh beberapa Agama seperti Islam dan Kristen.

Sehingga, jika teman-teman berfikir bahwa kesuksesan datang kepada mereka yang Pintar, coba pikir lagi. Karena kebanyakan mereka yang sukses adalah mereka yang mampu mengontrol emosi dan memahami makna spiritual di balik kehidupan.

KATEGORI
TAGS
Share This

KOMENTAR

Wordpress (0)